Selasa, 24 Januari 2012

A.L.I.C.E. : “A Thin Line Between Success And Luck”


“Good things come to those who wait huh? well we've been waiting for a mighty long time, man!”
Itulah status terakhir sebuah band asal Kota Bandung. Ya! ALICE!! Mereka telah menunggu cukup lama hingga akhirnya meraih pencapaian yang mungkin menjadi mimpi banyak band di negeri ini. Bersama dua Band asal Malaysia (Hurricane dan Killeur Calculateur), Alice menjadi pembuka The Dillinger Escape Plan (TDEP), band mathcore asal Amerika Serikat.

Nah, di edisi ke-2 #WAWANCARRR, kami berhasil mencuri waktu mereka untuk ber-wawancarrr ria. Di sebuah pujasera di daerah Ciambuleuit, Miko (Vokal), Dika (Gitar) dan Syamsu (Bass) bicara banyak perihal persiapan menjelang konser TDEP di Malaysia, 8 Maret mendatang. Silahkan disimak, semoga menjawab pertanyaan kalian yang masih bertanya “who the fuck is Alice?”. Ngan hati-hati we, kami sendiri sulit membedakan antara keseriusan dan gurauan setiap kata yang terlontar dari mulut mereka, bengeutna datar lur!

Halo Alice! Selamat heula atuh, hahaha. Sudah sejauh mana nih persiapan ke Malaysia nanti ?
Dika : Secara proses kreatif ya sama aja kaya gigs biasa. Mungkin nanti bawain lagu baru. Persiapan lain, paling fisik ya.
Miko : Kalau saya sih puasa Senin-Kamis , Tahajud, solat duha, juga minta maaf sama kedua oang tua, itu intinya.

Persiapan fisik ngapain aja nih?
Dika : Kebetulan saya ikut yoga nih di komplek. Palingan ya seperti biasa bangun tidur langsung stretching , push-up 50x, sit up 50x.
Miko : Saya ikut Muay Thai ya. Selain itu jadwal fisik, setiap malam ikut olahraga terselubung, semacam street fighter gitu bareng Ryu. Lari-lari pasupati dan Cikapayang juga.
Syamsu : Enggak jauh beda sama rekan-rekan lain. Tapi saya penekenannya lebih ke pola makan ya, kebetulan banyak rekanan anak-anak teknologi pangan. Jadi kadar masukan nutrisi dijaga banget. Selama dua bulan ke depan saya ada pantangan ga boleh makan… emping ya, takut asam urat.

Udah nyiapin bekel baju dari sekarang?
Dika : Saya rencana bawa parka ya buat di sana. Tau sendiri Malaysia mah dingin ya. Long sleeve, turtle neck, syal dan lain-lain. Fashion before weather deh.
Miko : Kalau saya sih bawa sepatu futsal aja lah. Di sana mau sekalian latian fisik sambil futsal. Kebetulan saya addict banget sama latihan fisik, kalau enggak gerak dikit tuh bakal lemes banget.
Syamsu : Saya beli 5-6 stelan baru gitu. Kemarin baru beli baju, jeans, dan cargo pants. Cargo kan udah agak turun ya pamornya, sama saya mau dinaekin lagi.

Udah pada bilang ke mamah papah belum mau ke Malaysia lagi?
Syamsu : Ya itu dipikirin juga sih. Kemungkinan 90% enggak dapet izin, jadi saya bakal bilang mau ada study tour 4 hari bareng dosen. Belum bilang sih, baru rencana. Nanti bakal dibantu orang tuanya Dika dan Miko.
Dika : Loh malah saya belum bilang. Orang tua saya malah enggak tahu selama ini band-bandan, enggak ada dukungan. Jadi saya sih bakal bilang pergi ke Jogja, urusan kerjaan.
Miko : Kalau saya sih udah pamit, sekalian enggak akan pulang lagi. Di sana udah ada kontrak kerjaan jadi TKI. Rencananya di sana mau bikin lapangan futsal dan badminton.

Gimana ceritanya sih bisa jadi opening TDEP?
Miko : Polling sms sih ya.
Syamsu : iya! Empat bulan ke belakang kalau kalian lihat meremelek.gov.my, itu ada polling sms. Sempet saingan sama Hujan, Siti Nurhaliza dan band-band lokal sana juga. Sebenernya awalnya kita ikutan yang opening Death Cab For Cutie, Cuma gagal.

OOOOH, ada yang lebih serius sedikit?
Miko : Jadi gini sih awalnya, saya ngirim surat ke sana, pengen banget jadi pembuka TDEP. Akhirnya setelah satu tahun setengah enggak ada feedback, kemaren pas kelulusan SMA dapet kabar baik. Di depan rumah kan ada kotak pos, saya tunggu tukang pos, tau-tau pas dibuka, lulus dengan nilai terbaik. Di bawah ada selipan “anda beruntung menjadi pembuka TDEP, harap sms ke blablabla”.

……
Dika : Saya mau jawab serius nih. Jadi awalnya dulu anak-anak Malaysia yang organisir acara TDEP pernah ke sini tahun 2007. Karena waktu itu kami menyambut dengan sangat baik, dibalas oleh mereka dengan ngajak kami tour lima kota yang kemarin ya. Intinya simpel, mereka suka musik kami . Ketika TDEP mau ke Bangkok, terbesit dibenak mereka untuk ngajakin kami lagi, langsung ngirim message via FB. Awalnya kami kira bercanda, taunya serius. Ya berkat kedekatan kami dengan mereka lah.

Sejauh ini bagaimana dukungan dari publik?
Dika : Dukungan ada, Cuma lebih banyak kontroversi ya. Berhubung saya yang pegang akun twitter dan FB Alice, jadi saya tau banyak yang bilang “kenapa harus Alice sih?”. Jujur secara pribadi saya juga bertanya kaya gitu ke diri sendiri. “who the fuck is Alice?”. Ya banyak yang belum tahu Alice dan mempertanyakan kenapa harus Alice.
Miko : Ah saya sih enggak ambil pusing. Itu alhamdulilah rezeki kami, buat mereka yang enggak dapet mungkin karena kurang doa aja. Kami banyak dibantu doa.
Samsu : Ya keberuntungan mah kaya cinta. Bukan sesuatu yang harus ditunggu, tapi direbut.

Cik ungkapin perasaannya pas tau jadi opening TDEP!
Dika : Biasa aja sih, enggak penting-penting amat.
Miko : Kaya pertama kali makan baso tahu “Lia”, anjing enak banget!
Syamsu : Memang di luar dugaan banget sih ya. Puji syukur saya panjatkan kehadirat apapun yang melebihi saya.

Sejauh mana publik Malaysia mengenal kalian? Der nu nontonna TKI jeung Safee Sali
Dika : Nah justru yang saya heran, apapun yang kami sebarkan di media online, 60% yang merespon adalah orang Malaysia. Aya orang Indonesia, eta oge barudak hungkul siga si Ocol, Nando. Ini juga yang saya sesalkan, susah main di kota atau negeri sendiri, belum banyak yang ngeh sama Alice. Perkiraan sih di sana bakal rame, dari feedback yang masuk banyak yang positif. Bahkan sampai ada yang bilang “Alice, this is your second home!” lebay oge sih.
Miko : Ya keliatan juga sih dari tour kemarin, penontonnya di luar ekspektasi kami.

Apa yang mau kalian perlihatkan kepada publik Malaysia nanti?
Syamsu : Sebelum main, mau adu pantun kaya nikahan betawi gitu.
Miko : Saya tunjukan badan sendiri, Indonesia banget
Dika : Saya di sana datang melakukan apa yang harus saya lakukan. Plug and play

Kalau dapet kesempatan tatap muka TDEP kalian mau ngapain?
Dika : Tukeran nomer telepon genggam sih ya.
Syamsu : Lebih ke fetish, nyiksa mereka.
Miko : Saya cuma mau bilang “maneh keren euy, naha baradag awakna”.

Bisa dibilang pencapaian ini adalah mimpi bagi kebanyakan band. Bagaimana kalian melihat pencapaian ini?
Miko : Saya merasakan nge-band dari bawah banget, dari merangkak. Ya inilah hasil dari kerja keras kami.
Dika : Saya pribadi, masih skeptis terhadap pencapaian ini. Ada pepatah bilang, sesuatu yang kita rencanakan dan tercapai itu namanya sukses, tapi sesuatu yang tidak kita rencanakan dan tercapai itu namanya keberuntungan.
Syamsu : Belakangan ini ketidakpercayaan memang menghantui hari-hari kami. Dari awal bikin Alice emang cuma pengen main di Pensi aja. Jadi alhamdulilah banget. Bener kata Dika, keberuntungan dan kesuksesan teh beda tipis. A thin line between success and luck.

Indonesia dalam kancah musik underground sudah mulai dilirik publik internasional, tapi masih banyak band-band bandung yang berpikir “mungkin teu sih main di luar negeri”. Setelah apa yang kalian capai kemarin dan sekarang, apa tanggapan kalian terhadap hal tersebut?
Syamsu : Ya kalau dibilang mungkin, sangat mungkin sekali. Dibilang layak, sangat layak sekali band-band bandung main di luar negeri. Liat Mocca di Korea kaya gimana, banyak yang hafal lagu-lagunya. Under 18 di Singapura, seisi ruangan hafal lagu “Bandung Brotherhood”. Edan lah!
Miko : Ya musisi Indonesia enggak kalah baik sama musisi luar. Cuma kalah dari dukungan pemerintahnya aja sih. Ini bukti bahwa tanpa bantuan pemerintah kita bisa main di luar (negeri).

Bicara tentang single kalian, Partisan Ordo Puritan, eta keren pisan! Apa yang mau kalian sampaikan lewat lagu itu?
Miko : Yang digambarkan dari lirik itu ya? Intinya setiap manusia punya kepercayaan. Mau orang itu nyembah batu, punya agama atau tidak, itu urusan personal. Bukan sesuatu yang harus dipaksakan. Contoh kasus yang hanya gara-gara enggak puasa, warung diobrak-abrik oleh preman berjubah agama. Di situ saya mau menekankan, kepercayaan adalah sesuatu yang personal dan tidak bisa dipaksakan.

Sebenernya kalian pengen pendengar hanya menikmati musik yang kalian buat atau sampai mengerti apa yang kalian sampaikan lewat musik?
Dika : Kami enggak terlalu peduli kalau soal itu. Saya pribadi paling tidak suka ditanya lirik tentang apa, saya lebih suka pendengar yang menjelaskan isi liriknya.
Syamsu : Sama, interpretasi personal lah. Ada cerita menarik, pas udah disebarin lagu Partisan Ordo Puritan itu tiba-tiba seorang temen ngajak diskusi tentang liriknya. Seru juga sih kalau lirik jadi ajang sharing.

Ini mah bukan menghakimi, cuma sok tau. Lirik kalian kebanyakan bertema kritik sosial, apa itu berarti Alice bisa dibilang sebagai band sosialis?
Dika : Bagi saya menggelikan ya label-label kaya gitu. Inti dari musik kami hanya mengungkapkan bahwa ada yang salah dengan apa yang kita jalani. Itu saja.
Syamsu : Kami tidak melabelkan diri terhadap isme apapun. Kalaupun ada pedoman hidup, itu balik lagi ke personal masing-masing.
Miko : Kami enggak mendoktrin pendengar. Terserah.

Sebutkan satu buku yang sangat mempengaruhi Alice?
Miko : Pengantar Manajemen, Pengantar Akuntansi, dan buku Pendidikan Agama Islam
Dika : tidak terlalu menggemari baca buku, karena selalu berhenti di tengah-tengah. tapi satu-satunya buku yang saya baca dari awal hingga tamat itu, “Tuhan Maha Tahu, Tapi dia Menunggu” Karya Leo Tolstoy.
Syamsu : Robohnya Surau Kami, A.A. Navis

Siapa tokoh inspirator kalian?
Syamsu : Siapapun yang ada di Aprillio Kingdom, gemesin.
Dika : Mang Jejen. Si Tukang Sampah Yang Rajin dan Jenaka. Serius!
Miko : Saya sendiri

Seandainya besok kalian dihukum. Kedua jari tengah kalian dipotong. Untuk terakhir kalinya, mau nunjukin jari tengah buat siapa?
Dika : Untuk semua orang yang menganggap dirinya absolut, kekuasaan dan keserakahan di atas segalanya.
Miko : Untuk tukang bubur di Jogja. Cuma karena tau saya bukan orang Jogja, harga buburnya dimahalin, tidak ada keadilan. Gerobaknya saya masih inget, “Bubur Ayam Top Banget”. Satu lagi untuk wali kelas pas SD, karena beliau yang membuat saya tidak naik kelas. Dampaknya sampai mati itu, trauma masa kecil.
Syamsu : saya arahkan jari tengah itu di depan cermin untuk diri sendiri


Bocoran dong setelah album “Konsorsium Humaniora”, secara musikalitas Alice bakal terdengar seperti apa? Soalna Partisan Ordo Puritan beda pisan euy
Dika : Ada feedback dari publik yang menggelikan. Ada yang bilang musik kami mengarah ke Mathcore, kami enggak pernah menghitung euy. Ada satu orang di twitter, ngomong kieu “Alice : Convergenya Indonesia”, henteu euy. Kedepannya jelas enggak kaya gitu. Kalau dikasih gambaran ya “out of the box” deh. Kebeneran lagi dengerin Meshuggah dan Enabler.
Miko : Fast, heavy and fun.

Biar ikutan keren kaya media lain, Who the fuck is Alice?
Dika : The bunch of guys that your parents always warn about
Miko : Sekumpulan para pemuda senang-senang aja sih.
Syamsu : A = Asik anak-anaknya. L = Liar dan lincah. I = Ih masa kalian tidak tau mereka. C = Cekatan di atas panggung. E = Entiaw! -__-

Ada pesan untuk Roi Radio?
Miko : Agak ditambahkan personel wanitanya ya!
Dika : Maju terus geng solokan dan gorong-gorong mania!
Syamsu : Kalian harus bisa seperti menu “Bacuk”-nya Legoh, terselubung tapi eksis.

Ada pesan untuk muda-mudi/kawula muda/insan muda?
Dika : Apapun yang terjadi sama kamu ya itulah. Kalau kamu tahu diri sendiri, apapun yang kamu lakukan tidak akan menyesal pada di akhirnya. Amorfati.
Syamsu : Ya, kalau kamu ingin puas ya hidupi hidup, jangan hanya jalani hidup.
Miko : Hidup teh hese, tong galau lah.

Gemes nih sama Miko. Apa kalimat pertama yang bakal kamu ucapin di panggung nanti?
Miko : Isap ******** lahanat!

Mantap! Sekali lagi selamat untuk “keberuntungan” yang kalian peroleh. Cerita Alice bisa menjadi contoh nyata bagi band-band lain. Setuju dengan apa kata mereka, hal yang baik datang pada mereka yang mau menunggu! Hail Alice!
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More