Senin, 12 Maret 2012

"Indie !?"


"Hoy, Anak Band! Kenapa sih kemana-mana teh mesti pake celana ketat, kaos oblong, jaket lusuh, terus sepatu kets sih? Gara-gara anak Indie gitu?" Pernah suatu ketika kata-kata tersebut terucapkan oleh seorang teman, saat melihat saya di sebuah pusat perbelanjaan terkemuka di Kota Bandung. Dan hampir semua orang yang sedang ramai-ramainya di tempat itu, dikarenakan adanya suatu diskon akhir tahunan yang diselenggarakan sebuah merek dagang terkenal, sempat menoleh dan tersenyum. Entah apa arti dari senyuman dan tolehan itu. Saya hanya tersenyum dan berlalu untuk pulang.

Dalam perjalanan pulang, mau ngga mau kata-kata teman saya, yang juga merupakan salah satu artis Major baru di dunia musik Indonesia, barusan membuat saya berpikir. Saya tahu itu hanya sebuah candaan, penyegar suasana, mungkin dikarenakan sudah lamanya kami tidak bertemu. Tapi tetap saya berpikir bahwa kemungkinan adanya muatan sindiran di balik candaan itu. Yah, mungkin saya pikir karena untuk beberapa kalangan yang ‘tidak indie’, menjadi indie adalah suatu hal yang aneh, kurang baik, sangat kurang baik atau bahkan ekstrem. Lalu muncul pertanyaan dalam pikiran saya, apakah band indie itu? Apa salah jadi seperti itu?

Berdasarkan artinya (yang saya dapat dari Google), Indie adalah kebebasan atau kemerdekaan. Indie berawal dari Inggris. Kata indie juga berasal dari kata Independent yang dipadatkan menjadi Indie. Mungkin maksudnya, karena kata Indie lebih easy listening daripada independent. Dalam seni, Indie mencakup semua budaya yang unik dan aneh dan biasanya disebarkan oleh media massa lokal. Saya menekankan dan menggarisbawahi kata-kata budaya aneh dan media massa. Jadi, menurut saya, band indie adalah sebuah band yang biasanya memainkan musik yang unik dan aneh dan hanya didukung oleh media massa lokal, itu pun kalau beruntung. Band Indie tidak ada hubungannya dengan keberadaan mereka di major label maupun indie. Pemahaman itu sepertinya harus diluruskan. Apakah hanya disukai oleh sedikit, segelintir orang atau bahkan sebuah komunitas saja tidaklah baik? Apakah tidak memiliki musik yang menjual dan populer serta 'easy listening' tidaklah bagus? Apakah mempunyai notasi dan lirik yang bisa dinyanyikan orang-orang sesama pecinta musik adalah hina?

Memainkan musik memang salah satu bentuk ekspresi diri, itulah salah satu alasan, mengapa band Indie tetap pada jalurnya dan disebut Idealis. Mereka tampil apa adanya, jujur, dan 'urakan'. Tetapi bila kita melihatnya lebih jauh, ternyata banyak musisi-musisi yg pada awalnya berangkat dari band indie dan lalu berubah menjadi band mainstream, tetapi tetap pada jalurnya, idealisnya.
Ada juga yang band indie yang awalnya dijadikan pelampiasan hobi semata, tetapi akhirnya orang-orang menyukai karyanya. Dan bahkan ada pula band indie yang menjadikan dirinya sebagai simbol dari sebuah pemberontakan dari norma-norma masyarakat yang ada.

Seperti Seringai, yang selalu meneriakan 'individu merdeka', pembebasan diri dari sikap-sikap orang masa kini yg cenderung menjudge terlebih dahulu sebelum mengerti artinya, pada setiap aksi panggungnya. Contoh lain, Efek Rumah Kaca yang menelurkan ”Cinta Melulu” yang liriknya sangat mengkritisi selera pasar yang sedemikian rupa, mengkritisi kenakalan remaja masa kini yang sudah menjadi sebuah fenomena untuk saat ini. Namun lagu-lagu itu terbukti mampu disukai banyak orang, memperdengarkan musik lainnya pada orang banyak, bahwa musisi Indonesia tidak hanya bisa membuat karya yang hanya tentang 'cinta melulu'. Apakah mereka jelek?

Menjadi band indie dengan kualitas yang baik secara notasi, lirik, mixing dan hal lainnya dari sisi produksi lagu mungkin adalah apa yang perlu dilakukan pada sisi lainnya. Karena karya kita akan diperdengarkan kepada orang banyak, tidak masalah ketika lirik itu berisi hubungan suami-istri, tapi tanpa ada maksud untuk bersikap porno, mengumbar aib. Tapi masa iya ada lirik bertuliskan 'fuck' ketika musik yg kita jual ternyata didengar juga oleh anak SD? Jadilah musisi yang cerdas.

Jika ada beberapa band dengan karakter musik yang tidak disukai, jangan dengar, supaya kita tidak terdistorsi untuk terjerat ke arah yg tidak kita sukai itu.

Dan penggarisbawahan yang kedua oleh saya berarti bahwa kadar indie sebuah band atau aliran musik itu akan sangat tergantung oleh peran dari pihak media massa. Jadi pada saat sebuah media (dan sayangnya adalah media massa yang bagus menurut saya) terlalu mengistimewakan band yang mainstream, secara tidak langsung media itu juga sedang ‘menyudutkan’ posisi band Indie untuk menyerah pada nasibnya, tanpa dukungan.

Biarlah sebuah lagu itu menjadi suatu kar-ya seni yang sakral. Lagu berasal dari suara, sebuah gelombang yang bisa meresonansi hati dan pikiran menjadi sedih, senang bahkan marah. Bagaimana kita bisa menikmatinya, bila keindahan dan muatan emosi di dalamnya dipertanyakan kadar ‘kebagusannya’ dalam suatu wacana mainstream atau tidak.

Mari membuat musik jujur yang menurut kita berkualitas dari segi lirik, notasi, pilihan sound, mixing, dan lain-lain. Menjadi indie itu bukan dosa, hina atau ekstreme, itu hanyalah ekspresi diri dari sebagian orang, jangan pernah malu untuk itu. Dan soal nantinya akan menuju budaya Indie atau budaya Mainstream. Memajukan musik Indonesia secara keseluruhan, itu yang terpenting.
Salam dari saya untuk semua musisi yang mendedikasikan karyanya untuk memajukan musik Indonesia!

-Albert Hendriko
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More