Mendadak Live : Autumn Ode - Senin 02/04/2012 20:00 WIB

Muda, segar, dan patut diwaspadai. Autumn Ode hadir melepas dengarkan materi terbaru dari rencana rilisan perdana mereka. Wajib dengar.

Tuesday Series : Kencan ! - Selasa 03/04/2012 19:00 WIB

Program baru oleh wanita, dari wanita, untuk wanita. Adeeuh. Ngga ketang siapa pun boleh dengar. Di edisi pertama, Aini sama Nendha mau cerita tips kencan. Anjir tah denger tah !!

Review Puguh - Rabu 14/03/2012 20:00 WIB

Review Puguh kembali dengan 3 rilisan terbaru dari Tomorrow People Ensemble, Dear Nancy, dan sang legenda Fable. Plus pemutaran demo-demo keren, Nando akan mereview nya sampai setengah tuntas !

Talk Great In Friday : Childhood - Jum'at 30/03/2012 20:00 WIB

Aldi dan Eja mau memaparkan kenikmatan jaman basa eta gening jaman kecil tea. Keren kan. Biar enak biar keroso ya kalian dengar ssaja jam 8 di sini nih.

Video Kampanye : "#IhPlagiat"

Kami gatal akibat merebaknya kondisi dimana kami sering ngomong #IhPlagiat. Cara video ini kami rasa efektif buat lebih dari sekedar nyepet. Enjoy.

Jumat, 24 Juni 2011

Tulus - Diorama (Live)


Tulus adalah seorang penyanyi solo-pencipta lagu jazz pria asal Bandung dan dikenal sering mengumandangkan suara "penenang" nya di Klab Jazz kafe Potluck. Video ini mungkin sebuah teaser dari album nya yang akan muncul beberapa waktu kedepan. Tapi, untuk "sekedar" menjadi teaser, karya gambar bergerak + suara yang enak ini terlalu bagus. Haha. Mari nikmati. Oh iya, mungkin bagi yang menerka-nerka merasa pernah mendengar suara nya di lagu lain, beliaulah pengisi vokal pria di lagu "Oh I Never Know" milik Sarasvati.

Maulana Malik Ibrahim

SFTC Session #1 : Dried Cassava - Sahara (Live)



Grup musik muda penebar mara bahaya, Dried Cassava memainkan lagu "Sahara" yang tidak masuk dalam album debut mereka yang baru keluar Juni lalu "Mind Thieves". Lagu yang semakin menunjukkan arah musik band seperti apa kedepannya. Digarap sebagai proyek video live musik "Sounds From The Corner" milik Dimas Wisnuwardono. Kolaborasi dua talenta seni musik dan video brilian dari ibukota. Secara pribadi sangat saya rekomendasikan.

Maulana Malik Ibrahim

Kamis, 23 Juni 2011

Mari Belajar Aksara Sunda

“Kenali Negerimu dan Cintai Negerimu”, tagline yang dicanangkan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata beberapa tahun lalu. Sebuah ajakan agar kita, bangsa Indonesia mengenal keanekaragaman budaya yang ada di negeri ini. Benar juga, sebelum kita cinta akan negeri ini, tentunya kita harus kenal dulu, siapa negeri ini.

Pertanyaannya : Sudahkah kita mengenali negeri kita sendiri?. Dalam konteks ini, saya tidak berbicara tentang bagaimana saya mengenal kondisi negeri ini, carut marut politik dan hal-hal membosankan lainnya. “Kami cinta negeri ini, tapi kami benci sistem yang ada..” kalau kata band hardcore kenamaan Bandung, Jeruji. Lebih mudah mengenali negeri ini dengan mengenal kebudayaannya ketimbang harus mengenali sistem abstrak yang berlaku di sini.

Terkadang, seseorang lebih tertarik untuk mempelajari budaya luar negeri yang dianggap keren, bahkan tak jarang menjadikannya kiblat. Budaya sendiri, yang ibaratnya lebih dekat acapkali dilupakan dan dianggap kampungan. Lebih parah lagi menganggap mempelajari budaya sendiri adalah hal yang memalukan. Jangan salahkan mereka yang mengklaim budaya kita, toh kita sendiri sering lupa kalau budaya itu ada dan hidup di bangsa ini.

Ayolah, daripada mempelajari simbol-simbol pagan, Freemason, Illuminati, atau apalah itu yang berbau konspirasi lebih baik mempelajari budaya sendiri. Dijamin lebih bermanfaat. Hm, atau perlu aksara sunda perlu disisipkan secara sembunyi-sembunyi di film-film atau video klip supaya terlihat misterius dan menarik untuk dipelajari ya? Sesuatu yang ditutup-tutupi itu kan bikin penasaran. Cik atuh Euy!

Nah, cukup basa-basinya, mari kita berkenalan dengan budaya yang satu ini. Ya, aksara sunda! Pernah liat tulisan seperti “arab gundul” di plang-plang nama jalan di sejumlah jalan protokol Kota Bandung? Sekilas mungkin seperti angka-angka, itulah aksara sunda! Bukan tanpa alasan aksara-aksara sunda tersebut dipasang di plang-plang jalan. Tujuannya, ya sebagai bentuk pelestarian budaya ,bukan untuk sekedar gagayaan.

Sebenarnya aksara sunda kini sudah tidak asing khususnya di kalangan pecinta musik Underground di Bandung. Terima kasih untuk komunitas Death Metal yang telah mempopulerkan aksara sunda pada anak-anak muda. Pernah lihat kan tulisan-tulisan di merchandise band-band Death Metal Bandung? Kalian yang datang ke gelaran Bandung Berisik beberapa waktu lalu juga pasti lihat tulisan-tulisan serupa di layar panggung ketika Jasad tampil. Bahkan ada booth kelas aksara sunda juga di sana.

Ya, berkat band-band seperti Jasad, aksara sunda kini mulai populer mengalahkan simbol-simbol pagan yang dipopulerkan Lady Gaga. Saya rasa, ini cara yang paling efektif untuk mengajak anak muda mengenali budayanya sendiri. Lewat musik, pesan apapun bisa disampaikan! Lihat saja, di komunitas Death Metal, kini budaya sunda sudah seperti gaya hidup bagi mereka, cool !

Yu ah, sudah waktunya aksara sunda dikenal oleh masyarakat yang lebih luas. Nah, Saya akan sedikit memperkenalkan aksara sunda. Secara sederhana, aksara sunda ini juga ada di Wikipedia. Aksara sunda terdiri dari beberapa komponen di bawah ini :

Aksara Ngalagena


Aksara Vokal Mandiri




Angka



Tidak terlalu rumit bukan? tidak ada yang sulit kalau kita punya niat dan mau untuk mempelajarinya. Sebenarnya masih banyak jenis-jenis lain dari aksara sunda ini. Ada aturan-aturan cara membacanya juga, ya sama saja seperti belajar bahasa Inggris. Dan saya tidak memiliki kapasitas untuk mengajarkan lebih jauh aksara sunda kepada kalian, saya pun masih belajar.

Untuk kalian yang tertarik, di bandung sendiri sudah ada kelas aksara sunda sejak Oktober 2010. Datang saja ke Gedung Indonesia Menggugat setiap Jumat malam. Namanya kelas Aksakun (Aksara Sunda Kuno). Pelopornya adalah Sinta Ridwan, penulis buku “Berteman dengan Kematian”. Ialah guru yang mengajarkan Man vokalis Jasad hingga mahir ber-aksara sunda ria.

Ini kelas terbuka, siapapun boleh ikut. Jadi kalian yang tertarik, tinggal datang, dan selamat belajar aksara sunda. Gratis! Dan pastinya juga dijamin mengasyikan, karena metode belajarnya yang santai namun tetap serius. Nah, Tunggu apalagi? Mari hargai budaya sendiri. Mari belajar aksara sunda!

Boniex Noer
(Tulisan ini adalah bentuk interpretasi tulisan dari siaran "HUMANIORA120" edisi 1)

Senin, 13 Juni 2011

Konser Musik Bandung & Budaya Beli Tiket

Pertunjukan musik secara live pastilah punya posisi spesial di hati mereka yang benar-benar menikmati musik lebih dari para penggemar "lala yeyeye" plus joget sinkron band-band NSP-hit-wonder di acara musik di tv setiap pagi. Pertunjukan musik live dapat menjadi filter ketat tak terlihat untuk membelah mereka yang menyukai seorang musisi secara whole-packaged dan mereka yang hanya suka suara / gantengnya sang penyanyi.

Di pertunjukan musik live,---tidak lipsync-tidak minus one-tidak playback--- musisi menunjukan inti akar hasrat berkeseniannya. Memainkan karyanya langsung didepan penikmat. Membuat hubungan simbiosis mutualisme sederhana. Setiap gerak-gerik di atas panggung pasti diperhatikan, setiap nada fals yang keluar pasti dibicarakan, setiap kejanggalan pakaian pasti diingat dan dibawa ke mimpi basah penonton lawan jenis seumuran. Dan percayalah, hampir semua musisi senang diperhatikan dengan cara spesial seperti itu. Terutama mereka yang menonton membeli tiket dan menambah pemasukan si penampil.

Beda cerita dengan penonton yang datang tanpa tiket / gratisan. Atau yang lebih parah penonton yang dibayar penyelenggara supaya terlihat sesak di TV. Secara logika, mereka mengeluarkan cost yang lebih sedikit atau malah belum apa-apa sudah benefit duluan dibanding mereka yang membeli tiket dengan uang sendiri. Sehingga siapapun yang tampil di panggung, mereka tidak terlalu perduli. Karena diperhatikan atau tidaknya sang penampil, mereka tidak terlalu rugi. Asal dompet di saku penonton depan bisa tercuri, atau bisa masuk TV dadah dadah ke arah kamera. Tujuan masing-masing.

Kita bisa memasukkan beberapa nama produk rokok sebagai biang keladi pengikisan makna tiket. Sejak tahun 80-an di era almarhum bapak pembangunan, ketika TVRI masih menjadi produk langganan perbulan, hiburan musik belum se masif sekarang. Beberapa musisi pada saat itu butuh penyokong dana guna berjalannya acara musik live off-air mereka. Datanglah beberapa perwakilan produsen rokok menawarkan kerjasama sponsorship. Si musisi senang dibiayai, produsen rokok senang terpublikasi. Semua senang.

Semakin kesini, keadaan dimana "rokok" menjadi sponsor utama / tunggal sebuah acara musik off-air semakin biasa. Peraturan pemerintah yang membatasi iklan rokok di majalah, koran, dan televisi membuat mereka semakin menjadi-jadi. Seluruh kebutuhan finansial satu acara bisa mereka tebus asalkan nama produk mereka terpampang di baligo dalam radius 3 KM dari area acara, menempati 20% spot di pamflet, dan lain-lain dan lain-lain. Sulitnya perizinan dan mahalnya penyewaan panggung beserta sound system berkualitas membuat beberapa EO malah terkesan mau tidak mau "menghamba" kepada "rokok".

Celakanya, di beberapa acara pertunjukan musik yang benar-benar dibuat sendiri oleh produsen rokok guna sarana publikasi produk, harga tiket di 0 rupiah kan. Guna semua orang memiliki akses masuk. Penyesuaian dengan target market dari rokok itu sendiri. Semua rakyat punya akses menghisap asap rokok untuk masuk. Talenta papan atas dan artis ibukota harus berhadapan dengan penonton yang tidak tahu samasekali makna lirik dari lagu yang dinyanyikan di atas panggung. Tujuan sang penonton hanya hiburan gratis. Si artis, tidak bisa menuntut lebih. Kocek terpenuhi, simbiosis mutualisme sederhana memuai sedari kapan hari.

Imbas nya sangat-sangat-sangatlah negatif. Salahsatunya di kota Bandung. "Ah nonton ST12 jeung Wali wae kamari gratis di tegallega, maenya nonton GIGI kudu mayar 20.000 ? Hoream ah.", ujar Ahmad, seorang penjual pulsa elektronik di depan komplek rumah saya. Penonton musik sudah mulai pindah hadapan tempat duduk. EO-EO yang bekerjasama dengan produsen rokok mengundang artis yang pasti akan ramai didatangi oleh penonton. Penonton yang selalu setia datang di akhir pekan tanpa modal apapun. Atas nama satu tujuan, hiburan gratis. Stigma "acara musik gratis" meluas. EO-EO independen cedera.

Setiap diadakan acara ber-tiket, potensi penjebolan pagar semakin meningkat. Penggandaan tiket mudah ditemukan. Panitia ticket-ing yang kongkalikong dengan calo pun bisa didengar ceritanya. Terlalu lama ditinggal budaya menghargai karya (dalam hal ini membeli tiket), acara musik dipaksa berdiri langsung tanpa penopang. Situasi merugi ini membuat keropos akar penerapan kesenian di kota Bandung. Belum lagi kurangnya fasilitas gedung khusus pementasan seni dan birokrasi perizinan yang berbelit-belit seperti usus 12 jari.

EO lokal independen yang membuat acara dengan tiket takut acaranya tidak laku. Mereka yang sudah ditanamkan budaya membeli tiket, sulit menemukan acara berkompeten untuk menghibur sesuai keinginan. Kondisi ini sudah gawat. Pemasukan musisi (yang tidak memotong-motong karyanya menjadi 40 detik menjadi NSP) di era digital ini bergantung pada acara off-air. Secara langsung bergantung pada harga tiket masuk. Semuanya berhubungan. Berhubungan semuanya. Sementara jika melihat kota Jakarta, EO lokal masih tenang karena acara ber-tiket mereka di akhir pekan tetap sold out atau minimal lebih dari 50% tiket terjual. Bisa jadi diakibatkan tingkat stress warga jakarta yang tinggi dan haus hiburan di akhir pekan yang menjadi alasan utama.

Kota Bandung di era sekarang menurut saya sedang menuju panen raya. Bibit-bibit seniman musik yang jumlahnya banyaaaaaak sekali sedang ranum-ranum nya dan butuh perhatian lebih agar dapat disemaikan dalam kondisi prima di waktu yang tepat. Inisiatif demi inisiatif dilancarkan demi mencegah terjadinya gagal panen. Studio show (acara dimana setiap band / musisi udunan membayar harga penyewaan tempat pertunjukan -biasanya studio musik- lalu menjual tiket nya masing-masing), Panggung berbayar (hampir sejenis dengan studio musik, namun di panggung yang lebih "layak" misal di cafe dll.), dan banyak usaha-usaha lain. Dan biasanya tiket-tiket tersebut jarang terjual habis.

Kita tidak bisa terus-terusan menyalahkan pemerintah dan produsen rokok. Juga tidak bisa terus-terusan menyerah, mencibir, menghela nafas satir akan nasib pertunjukan musik di kota sejuta musisi ini. Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah memulai. Memulai lagi. Menanamkan budaya saling menghargai karya. Membeli tiket konser musik adalah salah satu bentuk dukungan langsung yang sangat nyata dan mudah dilakukan. Cukup sisihkan uang jajanmu, lalu datang bersama temamnmu di akhir pekan. Beli tiketnya, dan kita akan jauh menjadi lebih menyayangi talenta musik lokal kota ini. Beli tiketnya, dan kita akan jauh menjadi lebih menghargai jerih payah Event Organizer yang mengerjakan dengan hati. Beli tiketnya, dan berhenti menyalahkan pihak-pihak lain sebagai biang keladi kondisi kemunduran ini. Beli tiketnya ! Beli tiketnya ! Beli tiketnya !

Maulana Malik Ibrahim


Jumat, 10 Juni 2011

Rekaman Independen & Soto Ayam

Setiap musisi / pelaku seni musik (yang benar-benar niat menekuni bidang tersebut) biasanya membutuhkan sebuah media arsip untuk hasil karya musiknya, yang biasa oleh beberapa orang disebut rekaman. Entah itu untuk tujuan pembuatan demo kasar yang fungsinya sebagai sketsa / blueprint untuk digarap lebih serius (baca : rapih) lagi nantinya ? Atau untuk tujuan pembuatan dalam satu album solo, satu single, satu album kompilasi, dan lain sebagainya. Apapun jenis tujuan rekamannya, selalu ada 1 hal vital yang memberi garis batas perbedaan yang jelas antara setiap rekaman : STANDAR KUALITAS.

Yang saya maksud standar kualitas disini adalah, hasil rekaman yang layak dengar. Saya berani menulis kata "layak" disini karena kualitas itu sifatnya tidak relatif. Berbeda dengan selera hasil karya dari musiknya sendiri yang sifatnya sangat relatif banget. Analogi yang pas nya mungkin sebuah soto ayam enak apa engganya, asin atau pedesnya, tergantung siapa yang makan. Tapi semua soto ayam pasti oleh si-mang-mang nya ditaro di mangkok supaya ngga tumpah, dikasih sendok yang ukurannya pas supaya porsi tiap suapan nya juga pas, diisi oleh bahan makanan yang seengganya ngga beracun buat siapa aja yang makan, dan kalau kepikiran dikasih dressing / hiasan yang menarik supaya nambah sugesti bahwa soto yang dibuat itu enak (padahal baru diliat doang).

Intinya, pastilah ada standar tertentu dalam kualitas hasil rekaman karya musik. Apakah master volume nya pas di kuping, ngga bikin budeg dll., bersih dari noise-noise yang tidak sengaja keluar, tidak ada slip / fals yang juga tidak sengaja, dan sebagainya dan sebagainya. Sementara ini saya menjabat sebagai tukang filter rekaman lagu-lagu yang masuk ke radio ini (ROI! RADIO) guna menentukan kualitas rekaman lagu tersebut layak untuk diperdengarkan atau tidak. Dan ahay ! saya menemukan banyak sekali kasus yang menarik. Kalau tidak menarik mah saya males juga nulis artikel ini.

Kasus ini saya anggap paling menarik, ada sebuah band yang udah beken lah hitungannya, udah mulai sering manggung dimana-mana, dan lagu-lagunya banyak yang merekues untuk diputar. Ya sugesti saya pertama mah ya PD aja lah ya masukin aja lagu mereka ke playlist. Taunya jreng ketika siaran, hampir ngga jelas dan ngga berbentuk isi lagu dari rekaman tersebut. (Untuk Informasi : kualitas suara digital siaran streaming dari ROI! RADIO adalah 56 Kbps - 22,1 kHz - Stereo dalam format mp3 regular. Dengan alasan koneksi internet di Indonesia yang kebanyakan masih ripuh kami belum berani lebih tinggi dari itu. 7 KBytes tiap detiknya kita upload ke angkasa, dan kalian download dengan selisih delay beberapa detik itupun kadang masih suka buffering). Sementara standar bitrate koleksi lagu / hasil rip dari CD yang ada di rak kami rata-rata 192 Kbps keatas Constant Bit Rate. Dan apabila di transcode menjadi 56 Kbps kedengerannya masih enak dan jelas.

Naah kembali ke kasus pertama, apa yang salah sebenarnya dengan rekaman mereka ? kok jadi ngga ngebentuk si suaranya. Kurang jelas atau gimana. Ketika saya cek bitrate file digital lagunya juga aman-aman saja. Lalu saya iseng menaruh file mp3 lagu band tersebut di software Adobe Audition bajakan di komputer kamar saya. Dan yang terlihat adalah gelombang dari file mp3 tersebut bentuknya tidak lazim jika dibandingkan dengan hasil rekaman lain. Semakin penasaran, saya dengerin pake headphone kedap suara, sambil merem, baru ketahuan apa yang aneh. Master Volume dari lagunya rata tidak berdinamika. Nangkep ngga maksudnya rata teh gimana ?

Jadi gini deh saya gambarin weh ya. Di hasil rekamannya pada 1 menit awal, suara gitar nya tajem dan kedengeran paling depan. Lalu vokal masuk, suara gitar yang tadinya paling kedengeran masih tetep jadi yang paling kedengeran. hehehe. Si vokalnya ketutupan. Dan kebetulan si sound gitar nya juga rada ganggu euy. Distorsi nya cempreng sekali. Saya mikir, ooh mungkin disengaja. Ooh mungkin emang band noise-rock gitu sengaja suara gitar lebih dominan. Lalu di satu part, ketika si drummer melakukan rolling (manuver yang biasa digunakan di part drum untuk ngasihtau pergantian part lagu. Hampir semua rolling biasanya melibatkan bagian drum selain snare, seperti tom-tom atau simbal) si suara salahsatu "tom" nya keras pisan. DUNG !! tiba-tiba. Padahal mereka rekaman di studio dengan sistem track-per-track, yang harusnya lebih rapih karena bisa beberapa kali take ulang tiap instrumen satu-satu. Tidak langsung rekam bebarengan live gitu yang harus main sepanjang lagu non-stop.

Besoknya, saya iseng nanya ke salahsatu personil dari band tersebut, "si lagu yang kemarin di kasih teh udah di mixing belum ? hehe punteun pisan, soalnya kedengerannya kaya aneh.." lalu si personil ini menjawab, "he.. mixing.. udah belum yah ? sebentar ditanyain dulu.." (sambil sms).

Ingin rasanya berkata "ARI MANEEEH..!!" tapi tidak sopan. Ingin menepuk jidad sendiri, lagi ngga ada nyamuk, jadi ngga ada alasan nanti kalo ditanya kenapa nepuk jidad sendiri. Ingin menepuk jidad beliau apalagi. Lalu saya bertanya lagi, "pas habis rekaman, udah sempet di-balance-ing belum sama si operator nya ?" , lalu dijawab lagi.. "beres rekaman teh langsung baralik aja. hehe. da budget nya minim, cuma cukup buat 1 shift. (6 jam). Independen soalnya." disini baru saya refleks pisan keluar kata "WAAAAH.. PANTESAAAN.." sumpahan refleks.

Jadi begini, di beberapa studio rekaman seperti contohnya ARU (jl. riau), jika operatornya pak Ading, kalau kita beres rekaman semua track instrumen dan vokal udah masuk fix, beliau bakal balancing dulu semuanya. Supaya ngga timpang gitu. Biasanya sengaja dibikin flat, supaya nanti kalau mau di mixing jadi gampang. Proses mixing beda cerita lagi. Di proses mixing inilah baru kita konsultasi sama teknisi mixing-annya untuk ngatur dinamika si rekamannya. Gitar nya mau kedengeran kerasnya pas dimana aja, Vokalnya mau ada gema sedikit apa engga, Ambiens suara yang keluar mau melebar, kiri-kanan nya dapet, dan istilah lain sebagainya.

Setelah sharing perihal proses pasca-tracking dengan si personil band tersebut, dia berkata. Soalnya kan kita mah indie rekamannya, jadi ya seadanya aja. Saya menangkap disini kesalahan besarnya. Mau Independen kek, mau Major Label kek, kualitas rekaman mah harga mati. Saya bingung, emang menurut si personil band tersebut, hasil rekaman lagu yang daritadi saya bahas teh enakeun gitu ? Dia menjawab "ya lumayan lah.. kita nya sih ngerti." Ya iya ngerti, da lagu buatan kamu atuh hehehe.

Balik lagi pisan ke tujuan awal. Rekaman nya mau dikemanain sih ? Diperdengarkan ke khalayak banyak, atau jadi konsumsi sendiri untuk evaluasi sendiri gitu misalkan. Ingat, kalau ditujukan untuk tujuan yang pertama, pikirin juga kuping mereka yang bakal jadi pendengar. Idealis mah sook lah idealis, tapi idealis yang bertanggung jawab. Pake analogi soto ayam lagi lah ya. Kamu bikin soto pake bumbu yang beda sendiri takarannya, warna kuah nya juga diganti, wangi nya juga dirubah pake essens bunga anggrek misalnya, kuah nya banyak, tapi penyajiannya pake piring rata. Apa yang mau dinikmati ? Keburu tumpah semuanya.

Mungkin kalau yang dikeluhkan adalah budget, ya nabung dulu lah. Dipersiapkan budget khusus untuk proses pasca-rekaman. Mixing dan mastering itu bisa jadi sama pentingnya dengan proses tracking. Bahkan terkadang malah lebih penting. Atuh band yang sound nya pabalatak tidak lazim kaya No Age atau My Bloody Valentine juga mereka mah pasti mixing-mastering dulu. Pilih SDM pasca-rekaman yang berkualitas dan cocok dengan sound yang anda cari. Udah banyak banget lah yang capable di Indonesia sekarang mah.

Atau kalau misalnya untuk sekedar demo, bisa minta di balancing dulu aja ke operator rekamannya. Seengganya si "soto" nya dikasih mangkok dulu lah. Biar berbentuk dulu. Ada beberapa band yang sudah puas tanpa proses mixing mastering. Di balancing saja dirasa sudah cukup menurut mereka. Tapi kalau ada musisi / pelaku seni musik yang sudah puas betul dengan hasil rekaman tanpa proses pasca-rekaman tersebut, insya Allah potensi besar lagu yang mereka hasilkan bakal "tumpah" tak bersisa begitu saja dan malah "panas" nya bisa mengganggu mereka yang terkena. Sayang banget. Lalui dan nikmatilah proses pembuatan karyamu secara layak. Salam buat temen-temen band kamu. Semoga sukses.

Maulana Malik Ibrahim

Kamis, 09 Juni 2011

Travellous (2009, Budiman-Andrei)

Pernah bermimpi untuk keliling eropa? Mungkin yang terpikirkan adalah menabung hingga mengurangi jatah makan per hari dan berhenti merokok. Itu tidak bagi Andrei Budiman yang menulis buku ini, kebiasaan dia untuk menulis jurnal harian dalam blog kemudian dituangkan dalam bentuk buku. Pemikiran dia untuk berkeliling eropa adalah sebuah tekad dan niat yang diimplementasikan dalam travelling (anak sekarang sering bilang backpaker) dan semua tertuang dalam buku ini.

Buku ini sudah lama dicetak tetapi tidak ada salahnya untuk para penyuka jalan-jalan --apalagi yang ingin keliling eropa-- untuk membeli dan membaca buku ini. Cerita dari dia yang merasa mimpi bertatap wajah dengan menara Eiffel harus terwujudkan, dia selalu berusaha mencari cara untuk mencapainya. Dengan mendapatkan beasiswa –summer school—di Prancis. Mimpi yang ia dambakan sudah di depan mata, tetapi bagaimana ongkos pulang perginya?

Biaya yang dimiliki sangat pas bahkan dibilang kurang karena beasiswa yang diterima hanya dapat diambil di Prancis. Dari hal itu Andrei berusaha untuk sampai ke Prancis dari Banjar (Kalimantan) dengan berbagai cara dan menghasilkan banyak sekali cerita menarik. Batam menyebrang ke Singapura, mencari tiket murah di Malaysia, di-interogasi badan imigrasi Jerman, kerja di Belanda, hingga mendapatkan wanita idaman di Prancis. Masih ada banyak cerita di negara lainnya.

Berat dalam gaya penulisannya ? Tidak, karena kemasan yang dibuat adalah hasil karya tulis yang apa adanya dan sangat mudah dipahami. Meskipun sekarang Andrei Budiman telah menulis bukunya yang kedua, tidak ada salahnya juga buat membaca buku yang ini. Akibat ditemukan lebih dari 3 macam cerita dan fakta-fakta menarik dalam perjalanannya, banyak yang mengira buku ini adalah karya tulis fiksi. Mengenai valid atau tidaknya isi dari buku ini, kami yakin sudah menjadi tanggung jawab para direksi penerbitnya. Jadi ya sudahlah, mari membacanya tanpa kuatir.

Geraldine Fakhmi Akbar

Rabu, 08 Juni 2011

KillYourIdol #1



Seorang visual artist lulusan SR ITB yang menamakan dirinya Yusuf Jaguar membuat media video komedi bernama KillYourIdol. Video ini langsung mencapai hit 500 dalam 1 hari penayangannya. Di edisi 1 ini dia mengobyek kan bapak cutting-edge internasional, Thom Yorke dengan men-dub videoklip fenomenal milik Radiohead - Lotus Flower. Temukan ungkapan-ungkapan ajaib dari video ini. Dan selamat tertawa.

Kamis, 02 Juni 2011

Autumn Ode - Since Thinking Was Hard...




Video dari Autumn Ode - Sinve Thinking Was Hard, Most of Us Judge, hasil rekaman ketika mereka bermain di salah satu acara di UNPAR ini dikemas dengan enak. Audio nya juga lumayan. Lagu nya sih juara mah. Video nya juga mendukung. Ada nama Achmad Jauhar / Jepe dibalik meja komputer tukang edit. Tonton deh.

"Esok Tenar"


"Esok Tenar", Sebuah Pameran Foto Dan Pertunjukan Musik

Fotografer panggung itu di Bandung ada buwanyak sekali. Sampai ada grup nya juga di deviant-art. Khusus. Nah mereka-mereka yang tercantum namanya diatas untuk memamerkan foto di acara ini adalah menurut saya nama-nama yang kurang beken tapi kualitas foto mereka adalah tulen.

Ananda Suryo dengan gaya B&W nya yang adem tapi kadang-kadang jahat, Carten Nulagraha si raja lampu (jika ada lampu panggung, akan dia manfaatkan, lihat saja di seeartend.tumblr.com), Dewangga yang mumpuni di segi teknik, Ariana yang lebih sering memotret kehangatan di belakang panggung, dan Nasrul Akbar bapak sarjana POTRET (unit fotografi kampus UNPAR) yang legendaris.

Pameran ini berlangsung dari 4-9 Juni 2011 di Ommuspace, atasnya Ommuniuum (ada lah ya di poster nya, lu olang baca aja). Juga dimeriahkan oleh deretan musik akustik dari band-band yang hampir semuanya adalah objek foto langganan dari para pemamer. (eh bener ngga sih pemamer ?), deretan talent musik nya ya baca sendiri aja deh. Kami merekomendasikan Nada Fiksi, Teman Sebangku, dan Belakangka. 2 nama pertama mungkin memang spesialis akustik, nah Belakangka, (band gondrong-gondrongan cepat keras) apabila akustikan akan seperti apa ? Datang lah ya supaya tahu.

Maulana Malik Ibrahim

Rabu, 01 Juni 2011

Polyester Embassy : Fake / Faker (FFWD 2011)

Polyester Embassy adalah satu dari beberapa (bisa dibilang jarang) musisi / band yang memiliki karakter berjenis sangat sulit ditemukan similiaritasnya dan cenderung menjadi pionir. Kamu bisa dengan enak menarik benang kemiripan band 'The Ini' dengan 'Si Itu & Itu Ituan Band' atas nama genre lah, gaya bermusik lah, penulisan lirik lah, formasi di panggung bahkan sampai tatanan rambut malahan. Polyester Embassy menurut saya adalah spesies jarang. Setidaknya termasuk mereka yang hadir awal-awal.

CD album Tragicomedy (FFWD Records / 2006 / album pertama mereka) saya dengarkan H-1 sebelum saya membeli CD Fake/Faker ini. Pertanyaan standar seperti "apakah musiknya akan tetap begini ?" atau "ada gimmick apa nanti ?" atau "artworknya gimana ?" muncul satu-satu. Tidak usah saya jawab karena itu tidak penting juga toh itu ada di otak saya.

Dan saya dapatkan CD Fake/Faker di Ommuniuum, 50.000 rupiah. Dengan ukuran yang cukup besar (apabila ukuran case CD audio biasa adalah 3, dan vinyl adalah 5, maka ukuran wadah cd ini adalah 3.8) disertai bonus poster foto hitam putih ketika mereka main di eldorado kalau saya tidak salah.

Yang saya dapatkan di Tragicomedy adalah betapa kerennya lagu-lagu mereka dalam artian memiliki cara yang termasuk terdepan dalam memasukkan inti lagu pada sebuah rekaman. "Leuwih maju" istilah singkatnya. Kualitas rekaman, pemilihan instrumen, dan nuansa dibelakangnya adalah proporsional setidaknya menurut saya. Di Fake/Faker, tidak terlalu banyak berubah.

Gitar Siddik & Ekky yang masih melewati rangkaian efek-efek penyulap nada gitar dengan rate diatas 3/4, Drum Givari yang tidak terlalu terdengar signifikan perbedaannya selain menjadi sering "disimpan" di depan, Vokal lapis-lapis enjoy Elang juga tetap terdengar paling cocok. Nah, Bassnya Tomo yang agak berbeda. Jadi lebih sering di eksplor aneka ragam perubah sinyal atau sering disimpan didepan, melewati departemen gitar. Celakanya, dibeberapa part lagu malah membuat kekosongan "dibelakang". Atau part gitar yang menurut saya cukup menarik untuk dijadikan gimmick jadi tidak tersaji lebih menarik karena kurang kedenger. Singkatnya "asa kurang..." Hey bisa saja itu memang siasat mereka supaya kamu yang mendengar tidak terlalu bosan.

Track 1, 'Air' cukup ripuh jika digunakan sebagai track "halo apa kabar ? bapak sehat ?" karena ya itu tadi, kok "asa kurang...". Juga ada beberapa track yang menurut saya bernasib serupa. Untung di Track 2, 'Later On', rencana memajukan bass ke depan itu sukses besar. Lagu paling enakeun menurut saya. Kamu pasti langsung kepikiran hook bass nya sejak detik pertama atau menirukan suaranya dengan mulut "demdemdemdemdem..dedededem.."

Track 6, 'Have You ?' mencuri senyum saya karena lagu tersebut sukses besar memberikan suasana hangat. Saya lebih merasa sedang diajak ngobrol ketimbang dinyanyikan oleh mereka. Lirik "I fully understand your face, I keep it just in case." mungkin akan cepat di Re-blog apabila kamu menaruhnya sebagai quote di tumblr. Saya sempat membayangkan apa jadinya bila Alm. Johnny Cash meng-cover lagu ini. Ya karena satu hal itu tadi. Hangat. Di Track 7 dan 8, 'Small Stakes' dan 'Fake/Faker' tiba-tiba bass yang di awalnya mencorong kedepan jadi hilang entah kemana. Ada dibelakang pun kurang melatari. Hey siapa tahu itu sengaja supaya kamu tidak bosan.

Track 3, 'L.S.D.' menurut saya yang perlu digarisbawahi dari album ini. Komposisi nya pas. Entah bagaimana caranya. Bisaan euy. Ekspektasi saya mengenai album ini mereka jawab cukup. Saya sedikit merindukan kualitas rekaman / mixing-mastering di Tragicomedy. Tapi heeey bisa saja ini semua dilakukan supaya kamu tidak bosan.

Oh iya suara "ngiiiiing..ngiiiiiing" di lagu 'White Crime' itu cukup menakutkan tapi enakeun. Itu nama alat musiknya Theremin kalau kamu belum tau. Jangan dulu di stop kalau sudah selesai. Ada bonus track. Euuh malah saya kasihtau lagi. Biarin lah kagok.

3 kata : Enakeun, Mewah, Maju

Maulana Malik Ibrahim

Program

Minggu Ganjil (1 & 3). Siaran selalu tayang di pukul 20.00 WIB - 22.00 WIB.

- Senin : Mendadak Live !
Sajian permainan musik live dari musisi-musisi yang kami sarankan kepada anda untuk disimak baik-baik. Disertai pertanyaan-pertanyaan menarik dan gimmick-gimmick khas ROI! RADIO. Live dari Xiphos studio.
(Announcer : Narendradipa "Dicky")

- Rabu : Cumaman (Cuap-cuap Bersama Teman)
Fahmi Anwar a.k.a. Ocol memiliki banyak sekali teman. Dan beliau akan mengajak siapapun itu temannya untuk menemani nya siaran. Dengan bahasan apapun. Parodi bebas dan berita random memang sedang digemari bukan ? Simak saja jika ingin butuh hiburan sederhana yang solid.
(Announcer : Fahmi Anwar)


- Jum'at : Talk Great in Friday
Tidak ada yang lebih asyik daripada membicarakan fenomena detil yang terjadi di keseharian kita. Bahkan kedua pribadi iseng ini mengulas si detil yang biasanya dilewat begitu saja menjadi sangat menarik dan bahkan diberi balasan "oh iya juga yah" oleh aneka pihak. Bahkan kami sendiri pun sering terjebak akan ke-"oh iya juga yah"-an tersebut.
(Announcer : Alyuadi Febriansyah & Reza Arinal)

Minggu Genap (2 & 4). Siaran selalu tayang di pukul 20.00 WIB - 22.00 WIB.

- Senin : Monday News and Events Review
Program sajian berita mengenai liputan acara / event-event yang terjadi selama 2 minggu kebelakang dan akan memberitahu anda apa-apa saja acara yang akan ada di 2 minggu kedepan. Detil, akurat, dan semestinya. Ramuan dari reporter-reporter dan kontributor terdidik milik ROI! RADIO.
(Announcer : Albert Hendriko)

- Rabu : Review Puguhhh
Sajian review sok tahu atas nama itikad memberi tahu. Mengenai album terbaru, videoklip, artis-yang-harus-ekstra-disimak, film yang baru tayang (di bioskop atau di komputer anda sekalipun), hingga pertandingan sepakbola menjenuhkan akan kami review setengah tuntas. Sisanya biar anda sendiri menjamah alur dan merumuskan hasilnya. Bagaimana ?
(Announcer : Maulana Ibrahim)

- Jum'at : Duruk Bako (Dukung Ruang Kami Bantu Komunitas)
Membahas dan mengajak bicara komunitas-komunitas yang kami anggap sedang banyak dibahas di bidangnya. Istilah asing nya mungkin Happening. Dalam artian banyak dibahas karena juga berkualitas. Entah itu komunitas bisnis, komunitas tulis menulis, komunitas olahraga, dan sebagainya. Juga dibawakan dengan jenaka tapi serius oleh Boniex dan Dicky.
(Announcer : Boniex & Narendradipa "Dicky")

Kami

Maulana Malik Ibrahim
General Manager, Announcer ("Review Puguh")

Fahmi Anwar
General Adviser , Announcer ("Cumaman")

Iwan Darmawan
Program Director of Music & Happening Arts News , Producer ("Monster")

Geraldine Fahmi Akbar
Program Director of Heritage Issues & Social News, Producer ("Duruk Bako")

Mochammad Boniex Nurwega
Announcer ("Duruk Bako"), Producer ("Mendadak Live !")

Narendraripa Soemantri
Announcer ("Duruk Bako", "Mendadak Live !"), Producer ("Tuesday Series")


Alyuadi Febriansyah
Announcer ("Talk Great in Friday")

Reza Arinal
Announcer ("Talk Great in Friday")
Albert Hendriko
Announcer ("MONSTER")


Rinendha Sarasati
Announcer ("Tuesday Series")


Aini Nur Fadilah Kartiwa
Announcer ("Tuesday Series")


R. Prajadhipa Akbar Wiradinata
Technician / Operator

Wendy Imam F.Public Relator
Raddy Dwi AdityaReporter


Ady Suhanda
Videographer

Fikar Lataba
Videographer

Muhammad GinanjarVideographer


Malika Aditya
Live Broadcast Operator

Agasi Mualim
External Officer
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More